Jumat, 05 Desember 2014

Panggil Saja Dia Ema (Puisi)




Gelap sejuk meluap, merambat, menemani mangarungi jalan satu jalur tanpa jeda
Mengantarkan diri seorang pemuda tersesat dibawah langit tanpa cahaya
Di atas bumi yang mengundang malapetaka dihatinya
Ketika terdengar tutur sapa seorang wanita kepadanya
Rencana Tuhan mempertemukan keturunan Adam dan Hawa
Di iringi embun yang tidak perlu warna untuk mengenal daun
Burung yang tak perlu bambu untuk bersiul
Angin yang tak perlu kompas untuk mengembara
Aku dalam wujud tak tampak juga tak terasa
Keberadaan aku ada namun tercecer seakan tak berharga
Aku berada di dalam jiwa si pemuda, di samping daun berselimut embun, dan di antara tubuh si keturunan Adam dan Hawa
Berlalu tak terasa seakan tanpa henti
Pemuda berbicara sendiri kepada diri
Menceritakan arti si wanita kepada Ilahi
Aku mendengar tak tahu diri dan si pemuda tak menyadari
Si pemuda selalu berucap atas nama Tuhannya sebelum berbicara tentang pujaannya
Aku mendengar suara halus penuh kebenaran dari kalbunya
Ya rabbi, daku melengah tak tau diri
Daku menaruh cinta lebih pada hati seorang wanita yang tak hakiki
Kebaikkannya melebihi arti air untuk bumi
Ketegapan hatinya mengalahkan tiang-tiang penopang langit
Kepeduliannya mengalahkan rasa peduli akar kepada buah
Kelembutan hatinya mengalahkan lembut kain sutera yang  terhampar di atas kapas putih
Kepekaannya mengalahkan kilatan petir dalam gumpalan awan hujan
Itu hanya segelintir tabiatnya yang mampu  direkam oleh ingatan Daku
Dan senyumnya duhai Tuhanku
Membuat orang yang menerimanya merasa damai
Tutur katanya lembut mengucapkan kebenaran
Pandangannya menawan menarik hati semua ciptaan
Desah nafasnya bagaikan tempias ombak yang membasahi pasir pantai
Apakah daku berdosa menaruh rasa yang tiada tara dan tiada berjangka kepada dirinya Duhai Tuhanku ?
Daku tahu jawaban dariMu Tuhanku.
Bukan hamba yang berdosa namun dia yang akan masuk neraka jika membalas cinta dari seorang pemuda seperti daku.
Pemuda yang buntung mencari pelindung
Beratapkan langit dan berlantaikan bumi.
Menapakan kaki seakan dunia akan berhenti mengasihi
Hidup tak tau diri menantang malaikat pengundang mati
Jauhlah engkau bayangan si wanita, walaupun ingatan tentangmu tak mau keriput
Aku yang berada dalam jiwa si pemuda terasa dirantai pertanyaan.
Siapa nama wanita yang di maksudnya ?
Suara parau pemuda melafazkan untaian kata yang slalu kuingat
“Dunia, daku meminta padamu
Jikalau tebaran pesona wanita hayalanku terasa olehmu
Panggil saja dia Ema”
Fahrul Rizal
Pontianak, 5 Desember 2014
Blogger Tricks

Senin, 17 November 2014

Perasaan Buram (Puisi)


Terentak kunci kebahagiaan ini
Terlempar perlahan, namun tak terpelanting
Sedikit retak dan banyak tergores
Hampir saja melewati pecah
Jikalau terpelanting hebat
            Menikmati senyum tipis dibibir ini
            Membuat hati bergetar dan berdebar
            Sedikit aneh, namun jangan sampai gila
            Karena cinta tidak bersahabat dengan kegilaan
Kamu, hembb siapa ya namamu ?
Aku lupa, aku tak mau memaksa untuk ingat
Yang pasti, deretan kata ini terhampar buatmu


Senin, 10 November 2014

Titah Sang Pemimpin (Puisi)


Rakaytku, aku pemimpinmu
Kaumku, aku pemimpinmu
Pasukanku, aku pemimpinmu
Aku menjadi teratas diantara kalian semua
Sebab musababnya oleh kalian sendiri
Aku memberikan otak kalian makanan yang nikmat
Memberi otak kalian minuman yang segar

Supaya otak kalian mengingat kebaikanku
Tapi kalian tidak tau
Kalau aku membubuhi beberapa butir racun
Di dalam makanan dan minuman itu
Racun itu membawa segunduh emas untukku
Membawa satu ribu dua ribu rupiah untuk kalian
Alangkah indahnya hidupku
Menguasai kalian hanya dengan beberapa butir racun
Tapi sekarang, kalian bukan lagi seperti anak ayam
Kalian sudah seperti serigala dikehidupanku
Kalian sedah meronta-ronta, menarik-narik kakiku
Mengusap baju pembeda antara aku dan kalian
Agar aku melepasnya
Itu terjadi karena kekhilafanku hanya memberi beberapa butir racun
Seharusnya aku memberikan kalian berton-ton racun
Agar kalian senantiasa menjadi anak ayam sejati
Ahhhhh,, terserah kalian mau apa
Rakyatku, kaumku, pasukanku
Baju yang kupakai ini tidak akan kulepas
Sampai maut menjemput pun aku tidak rela melepasnya
Biarpun kotoran anjing menempel kuat
Aku senantiasa memakainya
Karena baju ini dipenuhi lambang
Yang membuat status sosialku tinggi
Membuat aku kaya
Membuat aku berkuasa
Aku bingung dengan impian kalian rakyatku
Padahal aku sedah memberikan
Apa yang seharusnya kalian terima
Jalan raya yang sudah kuubah bentuk menjadi sawah
Kalian bisa menanaminya berbagai macam tumbuhan
Tidak akan ada lagi kata miskin yang mngoyak jiwa
Dipenghujun tahun, jalan raya kuubah bentuk lagi
Yang semulanya sawah akan menjadi kolam
Mengusap baju pembeda antara aku dan kalian
Agar aku melepasnya
Itu terjadi karena kekhilafanku hanya memberi beberapa butir racun
Seharusnya aku memberikan kalian berton-ton racun
Agar kalian senantiasa menjadi anak ayam sejati
Ahhhhh,, terserah kalian mau apa
Rakyatku, kaumku, pasukanku
Baju yang kupakai ini tidak akan kulepas
Sampai maut menjemput pun aku tidak rela melepasnya
Biarpun kotoran anjing menempel kuat
Aku senantiasa memakainya
Karena baju ini dipenuhi lambang
Yang membuat status sosialku tinggi
Membuat aku kaya
Membuat aku berkuasa
Aku bingung dengan impian kalian rakyatku
Padahal aku sedah memberikan
Apa yang seharusnya kalian terima
Jalan raya yang sudah kuubah bentuk menjadi sawah
Kalian bisa menanaminya berbagai macam tumbuhan
Tidak akan ada lagi kata miskin yang mngoyak jiwa
Dipenghujun tahun, jalan raya kuubah bentuk lagi
Yang semulanya sawah akan menjadi kolam
Kalian bisa mengisinya dengan berbagai macam binatang air
Kurang apa lagi aku ini
Pesanku kepadamu rakyatku
Jika nanti ada kesempatan untuk kalian
Merasakan kehidupan baru
Kalian jangan pilih aku lagi sbagai pemimpin kalian
Aku ini sudah tidak bias berpikir sehat
Otakku sudah bertambah berat
Karna sudah dihidupi jabatan, kekuasaan, dan kekayaan
Hatiku sudah tidak punya tempat untuk perasaan
Hatiku menjadi bengkak
Karena dipenuhi rasa bahagia yang haram
Jika saatnya tiba
Kalian harus menggantiku
Jangan setengah-setengah
Pilih pengganti yang tidak sepertiku
Pilih yang bisa membuat otak kalian berpikir sehat
Tanpa harus diberi makan dulu olehnya
Pilih yang bisa membuat hatimu merasa nyaman
Tanpa harus diberi rayuan manja dulu olehnya
Pilih yang bisa membuat raga kalian normal
Tanpa harus diberi asupan gizi dulu olehnya

(Pontianak, 15 Januari 2014)


Penantian (Puisi)


Pandangan mataku tertuju pada sebuah sudut pembaringan penantian kesembuhan
Bergelimang deru nada rintihan yang menyelinap masuk ketelingaku
Menyusuri urat yang membawa aliran darah kejantungku
Kemudian berdiam diri sejenak di dasar hatiku
Pandanganku, pendengaranku menciptakan suasana baur di relung perasaan jiwaku
Aku mulai tidak betah
Kucoba gerakan bola mata ke kiri dan ke kanan
Namun, tetap pembaringan itu yang Nampak berbaris rapi menanti  pasangan takdir
Kucoba menutup telingaku dengan kapas putih pengusap darah
Namun, tetap nada itu yang terdengar ramai masuk silih berganti
Kucoba jernihkan pikiranku
Berharap bisa membawa perasaan ke suatu tempat yang damai
Dihuni  harapan pasti dan tidak ditumbuhi keputusasaan
Tersentak, detak jantung terasa tidak beraturan
Kala perantara kesembuhan Tuhan terlihat membawa harapan yang dinanti
Berjalan pelan namun pasti
Terlihat harapan baik tergantung disebelah tangan kanannya
Namun disela jari tangan kirinya juga Nampak helaian benang hitam penutup harapan buruk
Mulutnya melantunkan nada yang membentuk suara dari kebenaran
Telingaku memberikan pendengaran terbaik seraya menanti harapan yang terbaik
Ucapkan syukur pada sang pengasih, karena dia sangat mengasihi mahkluknya yang dipanggil “Alif”
Sang pengasih mementahkan pintaan penyakit untuk mendekatkan Alif kepada ajal
Sekali lagi, bersyukurlah kepada sang pengasih
Lantunan nada halus dari mulutnya
Mneyampaikan pesan buah hasil harapan jiwa
Kepada pendengaranku
Seketika kujabat hangat tangan sebelah kanan yang berisi harapan baik itu
Mataku mengalirkan air bahagia dan haru
Perasaanku yang semula hancur berantakan
Kini menyatu dengan harapan baik yang kunanti
Kupandangi kedua bola mata perantara pemberi kesembuhan itu
Dengan segala rasa kupeluk tubuhnya
Seraya hatiku mengucap syukur
Terima kasih Sang Pencipta
Engkau mengirimkan perantara kesembuhan yang berhati ikhlas
Kepada ciptaanmu yang berharap belas kasih pertolonganmu

(Pontianak, 10 Mei 2014)

Sabtu, 08 November 2014

Tersadar Akan Mimpi (Puisi)


Terduduk sunyi menanti pagi
Mata kanan dan kiri menatap sepi
Angin malam membelai silih berganti
Suara nyamuk menyanyikan lagu dini hari
Terhempas terlempar terguling angan yang tak pasti
Membuat lipatan otak terhimpit mengundang si mimpi
Keinginan akan rasa bahagia tiada tepi
Namun itu hanyalah nyanyian jiwa yang ngeri
Duhai si mimpi, maafkan daku yang tak beranjak dari kursi
Bukan daku malas berdiri
Tapi kaki daku terasa tertancap besi
            Hasrat daku ingin berlari
            Terombang ambing dibuai risi
            Jadilah daku diam tanpa peti
            Tak berbahasa, diam tanpa bunyi
Kuikrarkan janji padamu si mimpi
Pada saatnya nanti
Kan berdiri kokoh bendera menang ditanah tertinggi
Menembus awan putih tanpa pelangi
Demi engkau si malang mimpi
            Tebaslah lidah yang kemerahan ini
            Cincanglah sepuas hati
            Kunyahlah daging tak bertulang ini
            Jika tag mampu memberikan bukti
Dengan gigih berani
Kutantang malakat yang mengundang mati
Demi hasrat engkau si buah hati
Mimpiku yang suci tiada secerca api
            Dengan tangan yang dililit urat biru ini
            Kaki yang sudah diwarnai pucat pasi
            Mata yang tak tau diri
            Telinga yang tak mengenal sunyi
            Hidung yang mengeluarkan nafas setengah abadi
            Mulut yang  riang berjanji
Daku tersadar akan Engkau duhai mimpi
Hadirmu teramat hina jika kutampiki
Dirimu teramat berarti jika kutimangi
Alangkah ngerinya jiwa ini
Jikalau tag mampu merayu situasi
Membantu engkau tegap berdiri, berlari,
Melayang bebas, riang, lepas dijagat ini
            Percayalah engkau duhai mimpi
            Tag akan daku biarkan engkau
            Duduk gelisah di jiwa ini
            Menanti ajal menghampiri
            Bertemu Tuhan dengan muka tanpa seri

Dipundakku, ada namamu duhai mimpi
Juga kugantungkan didepan kening ini
Kusatukan dengan darah kental dibalik dada yang bidak ini
Kankupegang erat kemanapun daku pergi
Sampai malaikat menyuruh kita bergegas mati
(Pontianak, 24 Oktober 014)
 
Free Joomla TemplatesFree Blogger TemplatesFree Website TemplatesFreethemes4all.comFree CSS TemplatesFree Wordpress ThemesFree Wordpress Themes TemplatesFree CSS Templates dreamweaverSEO Design